Mereka main dengan nikmatnya. Kedua
tim tak mau terlihat kalah. Semua sandi telah digunakan. Mereka berhasil
membuntuti skor tim lawan. Akan tetapi, sesekali terlintas didalam ingatan Dipa
mengenai isi pesan yang dikirim Syfa. Lagi lagi pada saat memegang bola, selalu
tercuri oleh pemain lawan.
“Kak. Selama pertandingan, nggak ada waktu
buat mikirin hal-hal yang nggak perlu!” Bentak Rey dari belakangku.
Dipa tersadar oleh bentakan Rey.
Dipa mulai bermain tenang. Ya, benar. Dipa bermain tenang dan santai walaupun
hatinya penuh amarah. Tim Agung makin memperkecil skor. Akan tetapi perjuangan
mereka terhenti sampai disitu karena kalah dengan selisih skor 10 angka. Mereka
bergegas bersalaman kepada tim lawan dan mengucapkan selamat. Setelah itu
mereka masuk ke ruang basket untuk mengoreksi pertandingan hari ini. Tapi
terlebih dahulu, mereka semua melakukan pendinginginan agar terhindar dari kram
maupun kesemutan.
Setelah selesai mengoreksi
pertandingan hari ini, mereka semua bergegas pulang kerumah masing masing. Dipa
lupa bahwa buku tulisnya tertinggal di ruang pelajaran tambahan. Dipa keluar
dari ruangan basket dan segera mengambil buku yang tertinggal. Terlihat Syfa
sedang menunggunya diluar. Dipapun menghampiri Syfa. Setelah sampai
dihadapannya, Dipa tersenyum kepadanya. Namun Syfa memasang mata yang berkaca
kaca. Tanpa mengerti alasannya, tiba tiba Syfa menampar Dipa.
“Anak kecil !” Marah Syfa.
“Syfa kenapa?” Tanya Dipa.
“Syfa kenapa? coba Dipa pikir aja kenapa Syfa
kayak gini.” Jawab Syfa.
“Emang ada apa?” Tanya Dipa.
“Pemikiran Dipa masih kayak anak kecil ya.
Kenapa Syfa jadi bahan taruhan? buat apa? inget ! Syfa bukan barang yang bisa
ditaruhkan dalam perlombaan ataupun permainan !” Marah Syfa.
“Loh..., kok..?” Heran Dipa.
“Kenapa? Syfa udah tau kok semuanya. Tadi
Kira yang bilang sendiri ke Syfa. Dipa taruhan kan sama Kira? emang Dipa pikir
tadi keren? enggak ! enggak sama sekali ! kenapa sih, Dipa masih kayak anak
kecil. Pikirin dong sampe jauh ! jangan cuma sampai 2 atau 3 jam saja !” Marah
Syfa.
“Terus maunya apa sekarang?” Tanya Dipa
terbawa kesal.
“Setidaknya minta maaf lah karena sudah
melibatkan Syfa.” Jawab Syfa.
“Buat apa minta maaf ke Syfa ? Kenapa Syfa
selalu bilangnya anak kecil lah, kekanak kanakan lah, emang nggak ada yang lain
apa?” Tanya Dipa dengan meluapkan kekesalannya.
“Memang bener kan? Syfa ngomong kayak gini
emang bener.” Jawab Syfa.
“Iya ! Bener ! gua masih kekanak kanakan.
Butuh menjadi dewasa dan pintar kan agar elu bisa suka sama gua? dan itu butuh
waktu lama untuk jadi seperti itu dan hanya akan terus mengejar ngejar elu aja.
” Kesal Dipa.
“Yaudah, kalo gitu berhenti suka sama gua dan
jangan ngejar ngejar lagi !” Jawab Syfa dengan kesalnya.
Dipapun tidak bisa membalas
perkataan Syfa, akhirnya dia bergegas menuju ruang Bahasa Indonesia. Dipa melangkah
melewati Syfa disana. Selelah Dipa meninggalkannya, Syfapun teriak kepadanya.
“Tuh kan, emang bener. Dipa masih kayak anak
kecil. Minta maaf aja susah. Dasar keras kepala !” Teriak Syfa.
“Iya… emang benar, gua masih kayak anak
kecil.” Balas Dipa.
“Dasar keras kepala !” Teriak Syfa.
“Iya, gua keras kepala karena sampai sekarang
masih ngejar ngejar elu.” Kata Dipa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar