Tak lama kemudian, Madame
masuk ke dalam kelas. Pelajaran pertama untuk hari ini segera dimulai. Semua
murid menjadi tertib dan duduk di tempatnya masing-masing. Mengeluarkan buku
serta perlengkapan tulis. Menyimak dan mendengarkan materi yang sedang
disampaikan. Akan tetapi pandangan Dipa masih tak mau beranjak dari jalan yang
berada di seberang sekolahnya. Beberapa menit berlalu. Syfa bersama Kirei masuk
ditengah materi dengan mengetuk pintu terlebih dahulu. Mereka menjelaskan
keterlambatannya kehadapan Madame.
Setelah itu mereka bergegas duduk ditempat masing-masing.
“Pagi Dipa, Sekarang Madame bahas materi halaman berapa ?” Tanya Syfa sambil membuka buku cetaknya.
“Pagi Syfa. Buka materi yang minggu lalu aja, pasti ibunya lanjut bahas materi yang kemarin.” Jawab Dipa yang masih terpaku pada sisi jalan.
“Ish, masih pagi udah nggak konsen aja. Lagi liatin apaan sih?” Tanya Syfa sambil melihat kearah luar jendela.
“Nggak ada apa-apa kok dip di luar sana.” Tambah Syfa.
“Emang nggak ada apa-apa disana. Lagi pengen aja mandangin jalan itu.” Jawab Dipa yang masih memandangi jalan.
“Ish, Dipa aneh.” Heran Syfa.
Syfa mulai
bertanya pada Zisochi yang tepat berada di depan tempat duduknya mengenai
pembahasan materi yang sedang dibahas Madame.
Dibukanya buku cetak Dipa beserta punyanya. Syfa melihat Dipa yang masih
memandangi jalan. Dengan jahilnya Syfa menulis diatas buku cetak Dipa pada
halaman 35. “Jangan melamun terus, nanti
ujian nggak bisa lho !”.
Sudah 20
menit pelajaran berlalu, akhirnya Dipa terlepas dari pandangannya yang tidak
ada di kelas. Dipa melirik kearah buku Syfa dan langsung membalikan halaman
bukunya pada materi yang saat ini dijelaskan. Madame berhenti sejenak dan teringat pada awal pelajaran belum
mengabsensikan murid-muridnya. Satu persatu disebutkannya. Mulai dari Abror
hingga Zisochi.
Madame adalah guru pelajaran Bahasa
Prancis kami. Memegang kelas X.4, X.5, XII IPS 1 dan XII IPS 2 pada mata
pelajaran yang sama. Merupakan wali murid dari kelas XII IPS 2. Memiliki postur
tubuh yang pas. Dengan kata lain tidak begitu gemuk dan tidak terlalu kurus.
Berwajah manis namun disiplin. Tegas namun penyayang.
Pelajaran
dimulai kembali setelah Madame
selesai mengabsensi murid-muridnya. Diletakkannya buku absensi kelas berdekatan
dengan buku referensi pelajaran. “Masukan
buku cetak kalian kedalam tas dan siapkan alat tulis beserta selembar kertas.
Selain dua benda tersebut, tidak diperkenankan ada benda lain berada diatas
meja.” Terang Madame. Serentak
murid-murid melaksanakannya walaupun diawal terjadi kegaduhan. Banyak yang
terpaksa dan tidak terima. Namun apakah daya mereka karena perkataan serta perintah
guru adalah hal yang mutlak bagi murid-murid selama itu baik dan mendidik untuk
mereka. Madame keluar sejenak untuk
mengangkat telepon yang sepertinya penting. Karena jika tidak begitu penting,
pasti akan diabaikannya dan mencoba menelponnya kembali padasaat pelajaran
telah usai.
Ya, Satu
lagi sifat yang ada pada Madame. Baik
tapi ngeselin. Terkadang memberikan test
dadakan. Wajar saja Madame memberikan
pelayanan seperti ini karena beliau menginginkan murid-muridnya selalu siap
belajar tanpa harus menunggu diberikan tugas ataupun ulangan. Beliau paham
betul karena generasi jaman sekarang jauh berbeda dibanding dulu. Lebih dominan
menghabiskan waktu luang dengan bermain game
online daripada harus membaca tajuk rencana, novel ataupun ensiklopedia.
“Baru mau serius belajar, malah test dadakan.” Keluh Dipa.
“Makanya selalu serius. Mama Dipa nyekolahin Dipa buat belajar. Bukan buat melamun aja.” Nasehat Syfa.
“Marahin tuh Syf. Emang gitu kelakuannya dari dulu.” Kompor Rafif.
“Dari kelas XI emang badung tuh anak.” Tambah Agung.
“Yah.. nggak ngaca. Inget ga, siapa yang pecahin kaca lab tapi nggak tanggung jawab ?” Ember Dipa.
“Siapa yang ngumpetin celana seragamnya Kiko pas lagi poop sampe kasusnya dibawa ke kesiswaan ? sampe dijemur, disuruh hormat bendera ?” Tambah Dipa.
“Kan itu kecelakaan dip, Rafif passing bolanya jelek. Minta chest pass malah dikasih head pass.” Bela Agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar