Seperti
biasanya, sebelum berangkat sekolah, Dipa mengeluarkan handphone dari dalam
saku celana seragamnya dan memasukan kabel headphone kedalam lubang di
handphone. diputarnya lagu untuk menemani perjalanan yang begitu semangat.“Ah, sudah jam segini saja. Sudahlah tak
perlu mengharapkan tepat waktu sampai sekolah.” Keluhnya ditengah
perjalanan sambil melihat jam tangan.
Dipa kayuh
pedal sepedanya dengan sedikit mempercepat ritme kayuhannya. Jantungnya mulai
terasa berdegup kencang. Oh iya, sekolah Dipa merupakan salah satu sekolah
favorit di kota Bekasi. Letaknya kurang lebih dua kilometer jauhnya dari rumah
Dipa. Setiap hari padasaat dia berangkat sekolah, Dipa harus melewati sawah
yang hijau dan sejuk, jembatan sungai yang tidak beberapa lebar diameternya,
dan yang disukainya adalah setelah menyeberangi sungai. Ada jalan lurus yang
cukup panjang dan tanjakan yang cukup tinggi.
Bicara
tentang sekolah, tahun ini Dipa masuk ke kelas XII. Sebagian siswa merasa
senang karena sekarang sudah menjadi kakak kelas yang tertua. Tapi, perpindahan
dari kelas XI menuju kelas XII bagaikan kita bermain game yang tingkat
kesulitan dan kemuakannya bertambah satu level. Banyak tugas yang memanaskan
otak serta mengebulkan kepala. Kata guru guru, kelas XII itu ibarat final dari
sebagian masa remaja yang mempersiapkan seluruh senjata untuk berperang.
Kita harus
melatih kekuatan kita, melatih kelincahan untuk memanfaatkan waktu padasaat
mengerjakan soal, melatih fisik kita agar kuat dan tidak mudah terkena
penyakit, dan meningkatkan keuntungan dengan cara mendekatkan diri kepada Sang
Pencipta dengan baik dan benar serta ikhlas , daya juang kita, hingga strategi
untuk menang. Walaupun menggunakan kata yang bagus untuk mengibaratkan peranan
kelas XII, tetap saja intinya adalah banyak soal latihan ulangan, tugas-tugas
serta hafalan.
Sudah sejak
awal setiap wali kelas memberitahu beberapa rintangan yang akan mereka hadapi
kedepannya, diantaranya adalah memaksimalkan nilai rapot semester terakhir,
menghadapi lima try out, belajar semaksimal mungkin, latihan-latihan soal,
menjaga daya tahan tubuh, hingga memaksimalkan solat wajib berdampingan dengan
solat sunah. Jangan lupa dengan doa yang ikhlas seperti apa yang tadi
disebutkan di atas.
Kelas XII
ini Dipa menemukan banyak teman-teman baru karena dari pihak sekolah merandom
ulang lagi anak-anak didiknya. Katanya sih, biar sebagian murid yang bermasalah
tidak satu kelas lagi dengan teman yang berbuat masalah bersamanya. Karena
kebijakan itu, banyak siswa menjadi terpisah oleh rekannya dan
sahabatnya. Termasuk Dipa salah satunya. Dipa, Mika, Pradia, Zisochi, Rafif dan
Agung, mereka satu kelas lagi. Aprillo, Prathama serta Seno, di kelas yang
berbeda. Begitu pula dengan Zaenal dan Bayu.
Sesampainya
di sekolah, pintu gerbang sekolah yang berada di belakang masih terbuka. Dengan
sigapnya Dipa masuk untuk menghindari diri dari satpam penjaga pintu gerbang
sekolah yang sehari hari dipanggil dengan sebutan babeh. Akan tetapi tertangkap
juga.
“Woy, eh. Sini lu ! Ngapain lu mau nyelonong masuk !” Tanya babeh dengan nada yang begitu kencang.
“Iya beh, maaf.” Jawab Dipa menunduk serta bersuara pelan.
“Udah jam berapa nih ?” Tanya babeh.
“Iya beh, maaf saya telat.” Jawab Dipa.
“Dari tadi bisanya cuma ngomong maaf melulu. Tunggu disini dulu lu ! Gua mau ambil buku kedisiplinan dulu ! Awas lu berani kabur !” Ancam babeh.
“Eh dip, tumben lu terlambat.” Tanya Mika.
“Iya nih ka, tadi kelamaan di kamar mandinya.” Jawab Dipa.
“Ngapain lu lama lama di kamar mandi? Ngebom lu?” Tanya Mika.
“Hahaha, bisa aja lu, paham dah...” Jawab Dipa.
“Ett dah, udah terlambat bukannya malu malah ngobrol lu pada. Cepet tulis namalu pada sama kelasnya sekalian. Abis itu langsung push up 50 kali.” Hukum Babeh.
“Apalagi elu nih,terlamba....t terus.. sekarang lu udah kelas XII, tapi tetep aja kelakuan lu kayak gini.” Tambah babeh sambil menunjuk kearah Mika.
“Iya beh... maaf.” Jawab Dipa dan Mika serempak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar