Agung merasa seperti ada yang
menonton mereka bermain. Bukan menonton ! lebih tepatnya adalah mengawasi.
Dugaannya benar ! dari arah ruang panitia, Guru Matematika IPA yang paling
ditakuti murid disekolah sedang mengawasi mereka sejak lama. Beliau menuju
kearah mereka sambil menunjukkan jari telunjuknya.
“Itu bolanya mau saya sita atau mau kamu bawa
pulang? ” Tanya Bu Tyas.
“Bawa pulang bu. ” Jawab Rafif.
“Yasudah kalau mau bawa pulang, sana… bawa
pulang…!” Seru Bu Tyas.
“Iya bu, maaf.” Jawab
serentak.
“Saya heran sama anak anak disekolah ini, giliran
disuruh masuk kelas maunya pulang, giliran disuruh pulang maunya tetep di sekolah.
” Kata Bu Tyas.
“Kalian ini kan sudah besar…kakak kelas
tertua kan kalian disini, jadi jangan ditunjukin dong kebodohan kalian. Nanti
ade kelas yang lain juga ngikutin.” Tambah Bu Tyas.
“Iya bu, kami minta maaf.” Jawab
serentak lagi.
Pada saat ditegur, sesekali Dipa
melihat kearah Syfa, tidak tahunya mereka semua sedang tertawa melihat Dipa dan
yang lainnya kena teguran. Bergegas Dipa, Rafif dan Agung pergi meninggalkan
sekolah. begitu juga dengan Syfa dan teman temannya.
“Jadi, pada balik nih?” Tanya Dipa.
“Yaelah, cabut ke lapangan deket rumah Syfa
yuk, kita latihan disana aja.” Kata Rafif.
“Gua sih ayok ayok aja, kalo lu gimana dip?” Kata
Agung.
“Ayo deh, gua ikut. Lagi seru seurnya juga.
Eh malah diusir.” Kata Dipa.
“Udeh, nanti kalo udah lulus, kita bakar aja
sekolah ini… sekalian noh sama Bu Tyasnya.” Kata Rafif.
“Gila lu, kalo ngomong nggak disaring dulu pake
otak.” Kata Agung.
“Lah, emang kenapa ?” Tanya Rafif.
“Tunggu lulus…, tunggu dapet ijasah sama SKHUN
dulu lah, baru kita bakar.”Kata Agung.
“Kampret lu semua… nggak tau bales budi lu
sama guru guru.” Jawab Dipa.
Mereka kini menuju parkiran dan bergegas menuju lapangan basket di kompleks perumahan Syfa
sambil tertawa karena candaan kecil tadi. Bukan hanya Mereka saja yang
meninggalkan sekolah, ternyata Syfa dan yang lainnya juga sama. Mengantisipasi
karena takut terkena omelan dari Bu Tyas. Setelah sampai dilapangan basket,
Mereka bergegas memulai kembali memainkan bola basket. Tak terasa kini sudah
pukul 5 sore. Mereka melaksanakan sholat berjamaah dimasjid dekat lapangan
basket. Hanya Dipa, Rafif dan Agung yang berada dimasjid tersebut.
“Dip, bacaannya three kul aja ya, biar
cepet.” Kata Rafif.
“Surah apaan tuh three kul ?
” Tanya Agung.
“Yaelah… masa nggak tau, payah lu.” Kata
Rafif.
“Apaan sih? gua bener ga tau nih.” Penasaran
Agung.
“Ah, sama kayak Mika lu… apa apa nggak tau.
three kul itu, qul huwallahu ahad, qul a’uudzu bi rabbil falaq,
sama qul a’uudzu bi rabbin naas. Yang itu.” Jelas Rafif.
“Oh yang itu toh, haha…” Paham
Agung.
“Iya, kalo kita baca di siang dan sore maka
segala sesuatu akan dicukupkan bagi yang membacanya. Hadistnya sih bilang kalo
bacanya tiga kali.” Jelas Rafif.
“Kan baca surahnya setelah al fatihah
cuma dua kali. Rakaat pertama sama kedua doang.” Kata Dipa.
“Oh iya ya, ya pokoknya lu baca three
kul juga… biar cepet. Kan gua bacanya three kul juga ntar. Terserah mau
baca al falaq al ikhlas atau an naas.” Kata
Rafif.
“Oh jadi intinya surah yang dibaca pendek aja
gitu biar cepet selesai karena mepet magrib?” Tanya Dipa.
“Iya dah, buruan dip. Mulai
sholatnya.Terserah mau baca surah apa. kan kita sholatnya sendiri sendiri
surahnya. Lagi pula harus tuma'ninah juga kan. ” Celah Agung.
“Jangan lupa juga harus tepat waktu, jangan
di tunda tunda !” Tambah Rafif.
“Kan kita ya yang nunda nunda dulu lebih mentingin basket. Lu juga
termasuk.” Kata Agung dengan wajah datar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar